Keistimewan dalam Keterbatasan desa Bengkala, Bali

Intan Pertiwi

-Institut Teknologi Kalimantan-

 

janger

tari janger

Pendahuluan

            Alam asri dan jauh dari suasana ramai daerah perkotaan adalah suasana yang dapat dijumpai apabila mengunjungi desa Bengkala di Buleleng, Bali. Tak hanya karena alamnya yang indah, desa ini juga dikenal sebagai desa yang menjunjung tinggi toleransi antar masyarakatnya. Selain itu desa ini juga memiliki keistimewaan lain yaitu beberapa warganya adalah penyandang tunarungu dan tunawicara. Keterbatasan ini dimiliki turun-menurun oleh sebagian warganya, namun walau demikian keterbatasan tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk saling menjaga kerukunan antar individu.

Warga berkebutuhan khusus di desa bengkala disebut dengan “kolok”. Mereka menciptakan bahasa sendiri untuk mempermudah berinteraksi dengan warga lain dan  pendatang. Bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa bisindo yang umum digunakan oleh penyandang tunrungu dan tunawicara di daerah lain, bahasa yang diciptakan oleh masyarakat desa Bengkala tentunya akan lebih mudah untuk dipahami oleh masing-masing individu dan juga pendatang asing.

Profil Desa Bengkala

            Bengkala ialah desa yang berada di kecamatan Kubutambahan, kabupaten Buleleng, Bali, Indonesia. Berdasarkan sebuah prasasti yang ada, desa Bengkala didirikan pada bulan Crawana atau Juli Saka 1103 atau apabila dalam hitungan waktu adalah pada tanggal 22 Juli 1181. Raja desa bengkala pada saat itu bernama Sri Maha Raja Haji Jaya Pangus. Desa bengkala dahulu bernama desa Krama Kemudian berubah menjadi desa bengkala. Desa bengkala juga terbagi menjadi lima banjar yaitu Punduh Jero, Tihing, Basta, Asem, Kutuh, dan Coblong. Desa ini berbatasan dengan desa Kubutambahan di sebelah utara, desa Bila di sebelah selatan, desa Jagarag di sebelah barat dan desa Bulian di sebelah timurnya. Desa yang memiliki luas 496 hektare ini terdiri dari 2749 jiwa dengan laki-laki berjumlah 1247 jiwa dan wanitanya berjumlah 1502 jiwa.

Desa ini dikenal karena masyarakatnya yang sebagian besar menyandang tunarungu dan tuna wicara. 42 dari 2749 penghuninya tidak dapat berkomunikasi selayaknya manusia normal. Hal ini berarti setara dengan 2% penduduk mengalami keterbatasan, nilai ini termasuk dalam yang sangat tinggi jika ditinjau dari umumnya keterbatasan ini hanya terjadi pada satu dari 10.000 kelahiran. Walaupun demikian desa ini memiliki visi yang istimewa yaitu “Menggali dan mengembangkan potensi desa untuk kesejahteraan masyarakat berlandaskan konsep tri hitta karana” yang barmakna menggali potensi desa dengan tetap berpegangan pada tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini yang menyebabkan kebahagiaan yaitu, hubungan antar manusia, hubungan dengan alam sekiar serta hubungan dengan sang pencipta.

Penduduk dan Kehidupan Desa Bengkala

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof I Nyoman Arhya, yang merupakan pakar biokimia dari Universitas Udayana Bali menyatakan bahwa munculnya kasus di desa Bengkala disebabkan oleh sindrom kekurangan yodium, hal ini lah yang menyebabkan sebagian pendududuknya menyandang keterbatasan berbicara dan mendengar. Namun, belakangan terakhir pernyataan ini disangkal karena dianggap tidak sesuai dengan realita yang terjadi, beberapa sumber lain menyatakan bahwa kurangnya yodium dapat mengakibatkan tenaga berkurang juga kecerdasan motorik terhambat, dan ternyata hal ini tidak terbukti kebenarannya.

Desa bengkala merupakan salah satu desa yang memiliki tingkat keterbatasan masyarakat yang cukup tinggi, namun hal tersebut tidak menyurutkan tekad dan semangat mereka untuk tetap memajukan desa sekaligus menjaga keutuhan dan kebersamaan mereka. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan desa yang tampak sejahtera dengan penghasilan utama dari perkebunan dan pertanian.  Desa bengkala juga memiliki sekolah khusus bagi siswa penyandang tunawicara dan tunarungu, sekolah ini dibangun pada tanggal 19 Juli 2007 dan diberi nama sebagai SDN 2 Bengkala. Berdasarkan pernyataan kepala sekolah SDN 2 Bengkala, kelas-kelas khusus yang disebut kelas inklusi menerima semua anak-anak desa yang merupakan kolok, karena hal itu pula sekolah mau tidak mau harus memperkerjakan guru yang memang telah memahami bahasa isyarat bagi siswa khusus itu guna mempermudah proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah tersebut. Selain itu, dibutuhkan pula guru pendamping yang mampu memahami persis mental dan kesehatan psikologis para siswa kolok.

            Selain masalah kependidikan, masyarakat kolok di Bengkala juga merupakan masyarakat yang rajin bekerja, ini terlihat oleh ketekunan masyarakat bengkala merawat sawah, kebun, memelihara sapi dan pekerjaan lainnya. Adapun kelompok bekerja yang juga terbentuk di desa Bengkala ini seperti kelompok penggali kubur, kelompok pemotong kayu dan kelompok kesenian yang piawai menari tarian Janger. Kelompok kesenian ini disebut dengan kelompok tari janger kolok yang semua penarinya menyandang keterbatasan berbicara dan mendengar. Hal yang merupakan keterbatasan ini lah yang pada akhirnya menjadi keunikan dari kelompok tari ini dimana semua penarinya bisu dan tuli sehingga tidak dapat mendengar  suara musik yang ditabuh guna menjadi pengiring dalam tarian janger. Aba-aba tangan dari penabuh gendanglah yang ternyata menjadi penanda setiap pergantian gerakan saat menari. Keunikan tersebutlah yang pada akhirnya menarih perhatian seorang seniman film Singaraja untuk membuat film dokumenter tentang kesenian tari janger kolok yang berhasil meraih juara 2 dalam ajang Festival Film Kearifan Budaya Lokal 2010 yang diselenggarakan oleh kementrian kebudayaan dan pariwisata direktorat jendral nilai budaya, seni dan film pada bulan september lalu.

 Penutup

Desa Bengkala yang terdapat di Bali merupakan desa yang memiliki tingkat besarnya angka penyandang keterbatasan berbicara dan mendengar, tapi di balik keterbatasan itulah yang menjadi keistimewaan bagi penduduk kolok. Potensi penduduk kolok berekembang pesat terutama dalam bidang kesenian yaitu tari janger kolok yang kini telah mendunia.

Daftar Pustaka

Tinggalkan komentar